Selasa, 25 Agustus 2009

Pemilik Hotel Mercure dan Warga Bersitegang

Bahwa disekitar lokasi Hotel Mercure, Kelurahan Maloku Kecamatan Ujungpandang, ada 23 rumah yang dibebaskan oleh pemilik Hotel Mercure, Ali Slamet, karena ia membeli dari keduapuluhtiga kepala keluarga tersebut. Dalam jual beli tersebut pada awalnya tidak terjadi masalah dengan keduapuluhtiga kepala keluarga itu, karena adanya kesepakatan penjualan dan pembelian yang sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Tetapi masalahnya adalah lahan yang dibebaskan dilintasi jalanan umum dan MCK yang digunakan oleh warga di sekitar, otomatis jalan dan MCK tersebut ditutup oleh Ali Slamet, dengan alasan bahwa lahan yang dilalui jalan dan MCK yang dipakai warga adalah hak milik pribadinya. Masalah inilah sehingga warga komplain, karena mereka tidak lagi mempunyai jalan dan juga MCK.


Dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin oleh Ketua komisi A, Yusuf Gunco, dia mengatakan bahwa setelah dia mendengar penjelasan dari Ali Slamet dan melihat langsung maka secara hukum penutupan jalan dan MCK tersebut sah adanya, tetapi masih perlu dicarikan jalan keluar yang terbaik. Ketika ia mengkonfirmasi kepada Lurah Maloku bahwa mengapa pada saat pembongkaran rumah-rumah warga yang dibebaskan dia tidak memperhatikannya “saya tidak tahu pada saat dibongkar, nanti setelah selesai baru saya tahu” jawabnya.


Dalam rapat dengar pendapat tersebut sempat terjadi ketegangan antara Lurah Maloku dengan Konsultan Hukum Ali Slamet, karena Konsultan Hukum mengatakan bahwa “bagaimana caranya memberi tahu Pak Lurah, kalo pak Lurah ada di Kantor hanya sekitar dua sampai tiga jam saja”. Mendadak sontak, Lurah Maloku terlihat emosi dan mengatakan bahwa “Sebagai lurah kerja saya bukan hanya nongkrong di Kantor, tetapi saya harus juga jalan turun ke masyarakat, dan kantorkan ada staf saya”.


Ternyata dalam kasus tersebut, jalan dan MCK yang ditutup oleh Ali Slamet dan diapun tidak bisa membangun, karena Surat Izin Membangun tidak ditandatangani oleh Lurah dan Pemerintah setempat karena dikomplain oleh warga yang pada saat itu membanjiri di depan ruang Komisi A. Begitupun juga dari BPN belum mengeluarkan sertifikat sebelum masalah dengan masyarakat diselesaikan.


Tapi dalam rapat tersebut, Syamsu Rizal, anggota komisi A dari Partai Demokrat berpandangan bahwa “sekalipun dalam akta jual beli tanah tersebut meliputi jalan dan MCK, tetapi Ali Slamet tidak boleh sewenang-wenang, karena dalam setiap warkah tanah itu melekat fungsi sosial yang tidak bisa terpisahkan dengan tanah tersebut, sehingga saya meminta kepada BPN untuk meneliti kembali warkah tanah itu” ia menandaskan. Hal senada disampaikan oleh Rahmiati, satu-satunya perempuan dari Komisi A yang hadir pada saat itu, dia mengatakan bahwa “dalam hal ini, Ali Slamet perlu memperhatikan juga warga sekitar, karena sekarang ini sudah diberlakukannya CSR, corporate social responsibility, tanggung jawab social perusahaan terhadap warga di sekitar perusahaan”.


Setelah melalui proses dialog yang menegangkan akhirnya Komisi A mengeluarkan rekomendasi yang dibacakan oleh Rahmiati; “penyelesian masalah ini dilakukan secara kekeluargaan yang difasilitasi oleh Pemerintah setempat dan BPN”


Setelah Rekomendasi dibacakan, selesailah rapat dan semua keluar dari ruang sidang Komisi A, tapi ada wajah yang terlihat kusut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar