Di Hotel Singgasana Jl. Kajaolalido No. 16 Makassar, hari rabu tanggal 2 September 2009 Dinas Kesehatan Kota Makassar mengadakan Diseminasi Peraturan Daerah Pelayanan kesehatan Kota Makassar, setelah sehari sebelumnya mengadakan pertemuan khusus dengan KOPEL Sulawesi yakni pada Senin tanggal 31 Agustus 2009. Dalam Diseminasi tersebut dihadiri oleh LSM, tokoh-tokoh masyarakat, LPM, lembaga profesi di bidang Kesehatan dan beberapa stakeholder lainnya.
Dalam Acara Diseminasi tersebut hadir Sekda Pemerintah kota Makassar A. Anies Zakaria Kama, Kabag Hukum Kota Makassar, Trisnode; Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, dr.Hj. Naisyah Tun Nasyikin; Prof. Dr. Amran Razak, Pakar Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar; Prof. Sukarno Aburaerah, Pakar Hukum Universitas Hasanuddin; Prof. Muin, Pakar Hukum dari UMI Makassar.
Acara dimulai pada pukul 15.00, dimoderator oleh dr. Tasmin dari Dinas Kesehatan, dalam acara tersebut Sekda Kota Makassar, A. Anies Zakaria Kama mengungkapkan bahwa Perda Pelayanan kesehatan ini untuk memenuhi salah satu janji Walikota terpilih bebas dari lahir sampai mati “Ini adalah untuk memenuhi janji Pak Ilham Arief Sirajuddin dan Pak Supomo Guntur dalam pemilihan Walikota kemarin, yakni program IASMO bebas dari lahir sampai mati dan merupakan keinginan kuat Pemerintah Kota untuk meningkatkan derajat kesehatan warganya” ungkap M Anies Zakaria Kama dalam sambutannya mewakili Walikota Makassar.
Acara Diseminasi Rancangan Perda Pelayanan Kesehatan dibawakan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, dr. Hj. Naisyah Tun Asyikin. Ia menguraikan Rancangan Perda Pelayanan Kesehatan dari awal sampai akhir, ia mengatakan bahwa Rancangan Perda Pelayanan Kesehatan ini adalah semata untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan meningkatkan derajat hidup masyarakat Kota Makassar. Setelah sosialisasi dari Kepala Dinas Kesehatan, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan tanggapan yang dilakukan oleh para stakeholder yang hadir. Dalam uraiannya ia juga menegaskan bahwa penerima layanan ini penduduk kota dan penduduk luar kota, tapi yang mendapatkan layanan gratis hanyalah Penduduk Kota Makassar, sekalipun demikian jika ada penduduk luar kota yang mengalami keadaan darurat di kota Makassar, misalnya kecelakaan, bisa dikover lewat program pelayanan kesehatan gratis ini.
Yang mengajukan pertanyaan dan tanggapan datang dari Parlemen Group Untia, Parlemen Group Manggala, Parlemen Group Tamalanrea, KOPEL Sulawesi, FIK Ornop dan beberapa stakeholder lainnya. Menurut Jamrud dari Parlemen Group Untia Biringkanaya menyorot masalah pelayanan kesehatan di Kota Makassar, menurutnya bahwa apa yang dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, belum berjalan secara maksimal di tingkat PKM dan sarana pelayanan kesehatan lainnya “ketika kita datang, dan ditahu kalo menggunakan Jamkesda seringkali dicuek dan jarang sekali ada senyum dari petugas kesehatan, bagaimana caranya orang cepat sembuh kalo tegangki…. Kami tidak menuntut apa-apa, yang dijelaskan oleh Ibu kadis tadi kalo dilaksanakan, kami sudah sangat berterima kasih dan tidak menuntut apa-apa lagi… terus terangki bu, saya terpaksa berbohong di PKM dan rumah sakit, masalahnya kalo ada anggotaku yang saya bawa kesana, supaya lancar-lancar urusannya, didepan petugas administrasi saya langsung keluarkan ATMku, saya memperlihatkan kepada mereka pada hal kosong isinya….. dan pada akhirnya saya seringkali jadikan nomor telpon Ibu Kadis sebagai jaminan ketika tibami waktunya membayar” ungkapnya dengan berapi-api dan mendapat aplaus dari hadirin ketika mengakhiri tanggapannya.
“…kalau yang saya alami lain lagi bu, ada anggota saya yang berobat, disuruh membayar makanya saya pernah SMS ibu Kadis, karena uang itu pinjaman maka, Alhamdulillah, berkat koordinasi Ibu kadis uang yang dibayar sekitar 200 ribu berhasil ditarik kembali….” Demikianlah Marhaeny Ismail, Ketua Parlemen Group Manggala mengungkapkan pengalamannya.
Anwar Razak dari KOPEL Sulawesi lebih banyak menyorot konten Ranperda, menurutnya masih ada beberapa poin penting yang bermasalah diantaranya; masalah rujukan perda yang tidak mencantumkan undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik padahal undang-undang tersebut sudah diundangkan dan dinyatakan berlaku pada tanggal ditetapkan yakni tanggal 18 Juli 2009 dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112 dan penjelasan atas UU RI Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dengan tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5030; tidak adanya bab yang mengatur tentang standar pelayanan dan mekanisme gugatannya; tidak diketahui sumber dana; tidak adanya sanksi bagi penyelenggara yang melanggar karena yang ada hanya kepada pasien (beneficiary); dan tidak adanya aturan tentang monitoring dan evaluasi pelayanan kesehatan di Kota Makassar.
Diantara tanggapan baliknya Kadis Kesehatan mengatakan bahwa dalam mengawal program pelayanan kesehatan gratis di kota Makassar dirinya selalu terbuka dan sudah menyiapkan nomor kontak khusus untuk menerima keluhan-keluhan warga kota walaupun pada akhirnya keluhan-keluhan itu lebih banyak masuk ke nomor pribadinya, “biar SMS masuk di nomor pribadiku langsung saya forward ke kepala PKM yang bersangkutan sekaligus koordinasi untuk menyelesaikan keluhan-keluhan warga….”, ungkapnya. “saya selalu berkoordinasi dengan Pusat Kesehatan Masyarakat dan selalu mengecek aktivitas petugas kesehatan di PKM dan layanan kesehatan lainnya, dan ternyata mereka lebih suka melayani program kesehatan gratis daripada layanan umum, karena honornya lebih tinggi dibandingkan dengan layanan umum, walaupun demikian masukan dari Ibu Jamrud sangat berharga bagi kami untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, tapi kalo mendapatkan petugas kesehatan seperti itu, laporkan sama saya atau sampaikan kepada mereka bahwa layanan kesehatan gratis ini sesungguhnya tidak gratis, tetap bayar hanya yang bayar itu pemerintah…. Dan saya sendiri tidak ada masalah kalau nomor HP saya mau dijadikan jaminan, yang penting bisa menyelesaikan masalah masyarakat saya juga ikut bersyukur…..” lanjutnya panjang lebar dalam menjawab tanggapan dan keluhan Jamrud, Parlemen Group Untia.
Dalam menjawab tanggapan dari Marhaeny, Kadis Kesehatan mengatakan bahwa memang ia pernah mendapatkan SMS dari Marhaeny tentang masalah yang diutarakan diatas, setelah melakukan pengecekan dan koordinasi dengan petugas kesehatan terkait memang ada kekeliruan, sehingga uang yang dibayarkan itu sudah dikembalikan.
Secara khusus konten Ranperda lebih banyak diulas oleh para pakar yang hadir pada saat itu diantaranya Prof. Amran Razak, menguraikan tentang pembatasan program pelayanan kesehatan gratis ini pada warga kota Makassar karena secara financial pemerintah Kota Makassar tidak dapat menangani semua warga Sulawesi selatan, tapi cukup warga Makassar saja karena setiap pemerintah kabupaten/kota sudah mendapatkan pembagiannya masing-masing. Dia juga menyorot penggunaan istilah Jamkesda, bahwa istilah Jamkesda belum merupakan peristilahan yang baku, karena belum diperdakan sesuai aturan kesehatan yang berlaku.
Prof. Sukarno Aburaerah, menguraikan masalah tentang sanksi bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, menurutnya sanksi bagi penyelenggara sebenarnya sudah dikover dalam aturan yang lain, bahkan juga diatur dalam KUHAP, sehingga kalau dimasukkan ke dalam Perda berarti akan merendahkan derajat KUHAP dan hukumannya juga akan berkurang kalau dimasukkan dalam Perda.
Bagi Prof. Muin, dalam rancangan Perda Pelayanan Kesehatan terlihat agak membingungkan karena ada azas yang terlanggar, yakni masalah beberapa pengertian dasar yang tidak dimasukkan ke dalam Ranperda, contohnya “istilah perawatan dasar dan perawatan lanjutan dan beberapa lagi, perlu dijelaskan sehingga tidak membingungkan bagi masyarakat yang bukan dari basic kesehatan”, demikianlah ungkapnya, ketika dikonfirmasi oleh tim riset KOPEL.
Acara Diseminasi ini, berakhir menjelang buka puasa, tentu saja dilanjutkan dengan acara buka puasa bersama di Hotel Singgasana Makassar. Semua peserta kembali dengan satu harapan “mudah-mudahan ketika Ranperda Pelayanan Kesehatan ini ditetapkan menjadi Perda, benar-benar mencerminkan keinginan kuat Pemerintah Kota Makassar meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya dengan cara membebaskan dari biaya sesuai dengan janji Walikota terpilih, IASMO bebas dari lahir sampai mati, bukan janji yang menggantung hingga akhir periode, sehingga warga lahir dan mati tidak terurus……” (Djid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar