Selasa, 09 Juni 2009

Diskusi Pergub Tentang SK Pembentukan Tim Khusus Pengamanan/Pengendalian Pengunjuk Rasa di Lingkungan Kantor Gubernur Sulsel

SK Gubernur nomor 1691/V/Th.2009 tentang Pengamanan Pengunjuk Rasa di Kantor Gubernur Sulsel memunculkan pertanyaan dan tafsiran di banyak kalangan, utamanya dikalangan aktifitas LSM dan Mahasiswa. Dalam diskusi KOPEL Sulawesi yang dihadiri oleh para aktifis NGO, advokasi Hukum, masyarakat sipil dan Mahasiswa pada tanggal, 03 Juni 2009 di Kantor KOPEL Sulawesi, menilai bahwa SK ini dibuat secara prematur tanpa adanya pertimbangan yang rasional dan lebih matang sehingga menimbulkan beberapa tafsiran dan implikasi negatif. Diskusi ini menilai bahwa:  
  1. SK Gubernur ini menunjukkan adanya sikap Paranoid (Ketakutan yang berlebihan) baik pada para pejabat Pemprof dan Gubernur Syahrul Yasin Limpo sendiri terhadap pengunjuk rasa yang datang ke kantor Gubernur. Sikap Paranoid ini juga sebagian disebabkan oleh kekhawatiran terhadap tidak terlaksananya janji politik Gubernur dan kekhatiran terhadap percitraan buruk Gubernur yang dapat berimplikasi pada pilgub mendatang.
  2. Dari Segi kewenangan, SK Gubernur ini melampaui kewenangan dari kepolisia n dan satpol PP yang pada dasarnya memiliki kewenangan dan otoritas dalam hal pengamanan.  
  3. Selain itu, SK ini bertentangan dengan UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, yang pada kenyataannya juga dirujuk pada SK ini. Dengan ada tim khusus pengamanan, implikasinya membuat penyampaian pendapat masyarakat ke Kantor Gubernur menjadi lebih tertutup karena sangat birokratis dan menimbulkan kesan adanya pengalan secara fisik ala militer.
  4. Dari segi anggaran, SK Gubernur ini membuka peluang korupsi APBD dengan ada ketetapan SK ini berlaku secara surut per tanggal 5 Januari 2009 dan adanya adanya implikasi anggaran yang ditimbulkan oleh pelaksanaan peraturan ini.
  5. Sementara itu, SK ini dinilai sangat tidak populer karena mengabaikan hak politik masyarakat yang telah memilih pada pilgub lalu atas dasar janji politik dan slogan-slogan yang di usung oleh “Sayang”. Masyarakat pada dasarnya menantikan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat dan yang membuka kedekatan komunikasi dan informasi antara pemerintah dengan masyarakat. Namun pada faktanya, dengan adanya SK ini malah membuat sekat yang jauh antara masyarakat yang pemerintah dan citra militerisme dalam pemerintahan Gubernur Sulsel. 

    Dengan beberapa penilaian ini, direkomendasikan kepada Gubernur Syahrul Yasin Limpo untuk mencabut SK ini karena akan berimplikasi negatif terhadap kehidupan demokrasi yang lebih luas di masyarakat Sulawesi Selatan. Begitu pula, kepada seluruh elemen masyarakat diharapkan dapat melakukan advokasi untuk membatalkan SK ini demi menjaga kesinambungan kehidupan politik yang demoratis di masyarakat Sul-sel. (MAR & HVK)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar